Pendidikan
B jawa soal kelas 7 semester 1 uas

B jawa soal kelas 7 semester 1 uas

Menjelajahi Kekayaan Basa Jawa: Panduan Lengkap untuk UAS Kelas 7 Semester 1

Basa Jawa, bukan sekadar mata pelajaran di sekolah, melainkan cerminan dari kekayaan budaya dan identitas yang adiluhung. Bagi siswa kelas 7, semester pertama adalah gerbang awal untuk memahami fondasi-fondasi penting dalam bahasa ini. Dari tata krama berbahasa hingga aksara kuno, setiap materi memiliki nilai dan keunikan tersendiri. Artikel ini akan mengupas tuntas materi-materi kunci Basa Jawa yang sering diujikan dalam Ujian Akhir Semester (UAS) kelas 7, semester 1, sebagai bekal untuk meraih nilai terbaik.

Pengantar: Mengapa Basa Jawa Penting?

Di tengah gempuran globalisasi, menjaga kelestarian bahasa daerah adalah sebuah keniscayaan. Basa Jawa, sebagai salah satu bahasa daerah terbesar di Indonesia, memiliki peran vital dalam melestarikan nilai-nilai luhur, filosofi hidup, serta warisan sastra dan seni. Mempelajari Basa Jawa di kelas 7 bukan hanya tentang menghafal kosakata atau aturan tata bahasa, melainkan juga tentang memahami budi pekerti, unggah-ungguh, dan kearifan lokal yang terkandung di dalamnya. Materi semester 1 dirancang untuk membangun fondasi yang kuat, mulai dari aspek linguistik hingga budaya.

B jawa soal kelas 7 semester 1 uas

Materi-Materi Kunci UAS Basa Jawa Kelas 7 Semester 1

Berikut adalah penjabaran mendalam mengenai materi-materi pokok yang wajib dikuasai untuk menghadapi UAS:

1. Aksara Jawa (Hanacaraka)

Aksara Jawa adalah sistem penulisan tradisional masyarakat Jawa yang memiliki keindahan dan kerumitan tersendiri. Di kelas 7, fokus utama adalah pengenalan aksara dasar dan pasangannya, serta sandhangan (tanda vokal dan konsonan).

  • Aksara Nglegena (Aksara Dasar): Terdiri dari 20 aksara pokok:

    • Ha Na Ca Ra Ka
    • Da Ta Sa Wa La
    • Pa Dha Ja Ya Nya
    • Ma Ga Ba Tha Nga
      Setiap aksara mewakili satu suku kata terbuka (konsona + a).
  • Pasangan Aksara Jawa: Digunakan untuk mematikan vokal pada suku kata sebelumnya. Ketika ada dua konsonan berurutan tanpa vokal di antaranya, aksara kedua ditulis sebagai pasangan di bawah aksara pertama.

    • Contoh: Menulis "mangan sega"
      • Ma (ꦩ)
      • Nga (ꦔ)
      • na (ꦤ) – dipasangkan
      • se (ꦱ)
      • ga (ꦒ)
      • Jadi: ꦩꦔ꧀ꦤꦱꦼꦒ (Ma-nga-n-se-ga)
  • Sandhangan (Tanda Baca Vokal dan Konsonan):

    • Sandhangan Swara (Pengubah Vokal):
      • Wulu (ꦶ): Mengubah vokal ‘a’ menjadi ‘i’. Contoh: Ka (ꦏ) menjadi Ki (ꦏꦶ)
      • Suku (ꦸ): Mengubah vokal ‘a’ menjadi ‘u’. Contoh: Ga (ꦒ) menjadi Gu (ꦒꦸ)
      • Taling (ꦺ): Mengubah vokal ‘a’ menjadi ‘e’ (seperti "pepeh"). Contoh: Ba (ꦧ) menjadi Be (ꦧꦺ)
      • Pepet (ꦼ): Mengubah vokal ‘a’ menjadi ‘e’ (seperti "emas"). Contoh: La (ꦭ) menjadi Le (ꦭꦼ)
      • Taling Tarung (ꦺꦴ): Mengubah vokal ‘a’ menjadi ‘o’. Contoh: Da (ꦢ) menjadi Do (ꦢꦺꦴ)
    • Sandhangan Panyigeging Wanda (Penutup Suku Kata):
      • Cecak (ꦁ): Menambahkan akhiran ‘-ng’. Contoh: Ma (ꦩ) menjadi Mang (ꦩꦁ)
      • Layar (ꦂ): Menambahkan akhiran ‘-r’. Contoh: Ba (ꦧ) menjadi Bar (ꦧꦂ)
      • Wignyan (ꦃ): Menambahkan akhiran ‘-h’. Contoh: Sa (ꦱ) menjadi Sah (ꦱꦃ)
      • Pangkon (꧀): Mematikan huruf terakhir pada akhir kata atau kalimat. Contoh: Ja (ꦗ) + Pangkon = J (ꦗ꧀)
    • Sandhangan Wyanjana (Konsonan Rangkap):
      • Cakra (ꦿ): Menambahkan sisipan ‘-ra-‘. Contoh: Ga (ꦒ) menjadi Gra (ꦒꦿ)
      • Keret (ꦽ): Menambahkan sisipan ‘-re-‘. Contoh: Sa (ꦱ) menjadi Sre (ꦱꦽ)
      • Pengkal (ꦾ): Menambahkan sisipan ‘-ya-‘. Contoh: Ba (ꦧ) menjadi Bya (ꦧꦾ)
  • Angka Jawa: Angka 0-9 juga memiliki bentuk Aksara Jawa tersendiri.

  • Pada (Tanda Baca): Seperti pada lingsa (koma), pada lungsi (titik), pada adeg-adeg (pembuka kalimat), dll.

READ  Contoh soal kata tanya sd kelas 1

Tips UAS: Kuasai penulisan aksara dasar, pasangan, dan sandhangan. Latihan menulis kata dan kalimat sederhana dari Aksara Latin ke Aksara Jawa dan sebaliknya. Perhatikan penggunaan pangkon yang benar.

2. Unggah-Ungguh Basa (Tingkat Tutur Bahasa)

Unggah-ungguh basa adalah inti dari kesantunan berbahasa Jawa. Ini adalah sistem penjenjangan bahasa berdasarkan hubungan antara pembicara, lawan bicara, dan orang yang dibicarakan, serta konteks situasinya. Ada empat tingkatan utama yang dipelajari:

  • Ngoko Lugu:

    • Penggunaan: Digunakan antara teman sebaya yang sangat akrab, orang tua kepada anak, atau atasan kepada bawahan yang sudah akrab.
    • Ciri-ciri: Seluruh kosakata menggunakan kosakata ngoko. Tidak ada penggunaan krama inggil.
    • Contoh: "Kowe arep menyang ngendi?" (Kamu mau pergi ke mana?)
      "Aku durung mangan." (Aku belum makan.)
  • Ngoko Alus:

    • Penggunaan: Digunakan oleh orang yang lebih tua kepada yang lebih muda, namun tetap ingin menunjukkan rasa hormat (misalnya, orang tua kepada menantu, atau kakak kepada adik yang sudah dewasa dan dihormati). Juga bisa digunakan oleh teman sebaya yang tidak terlalu akrab.
    • Ciri-ciri: Menggunakan kosakata ngoko, tetapi memasukkan beberapa kosakata krama inggil (terutama untuk bagian tubuh, perbuatan, dan kepunyaan) untuk orang yang dihormati, dan kata ganti orang kedua ("panjenengan" atau "sampeyan").
    • Contoh: "Panjenengan arep tindak ngendi?" (Anda mau pergi ke mana?) – "tindak" adalah krama inggil dari "menyang".
      "Kowe wis dhahar?" (Kamu sudah makan?) – "dhahar" adalah krama inggil dari "mangan".
  • Krama Lugu:

    • Penggunaan: Digunakan oleh orang yang tidak terlalu akrab, atau antara orang yang statusnya setara namun ingin bersikap sopan. Sering digunakan dalam percakapan sehari-hari di pasar atau tempat umum yang tidak terlalu formal.
    • Ciri-ciri: Seluruh kosakata menggunakan kosakata krama (bukan krama inggil). Tidak ada penggunaan krama inggil.
    • Contoh: "Sampeyan badhe dhateng pundi?" (Anda mau pergi ke mana?) – "badhe" (krama dari "arep"), "dhateng" (krama dari "menyang").
      "Kula dereng nedha." (Saya belum makan.) – "dereng" (krama dari "durung"), "nedha" (krama dari "mangan").
  • Krama Alus (Krama Inggil):

    • Penggunaan: Tingkat tutur paling sopan dan formal. Digunakan antara anak kepada orang tua, murid kepada guru, bawahan kepada atasan, atau dalam situasi resmi.
    • Ciri-ciri: Seluruh kosakata menggunakan kosakata krama, dan memasukkan kosakata krama inggil untuk orang yang dihormati (lawan bicara atau orang yang dibicarakan).
    • Contoh: "Panjenengan badhe tindak pundi, Pak?" (Bapak mau pergi ke mana?) – "Panjenengan" (krama inggil dari "kowe"), "tindak" (krama inggil dari "menyang").
      "Kula dereng dhahar, Bu." (Saya belum makan, Bu.) – "dhahar" (krama inggil dari "mangan").
READ  Menjelajah Dunia Angka dan Bentuk: Contoh Soal UAS Matematika Kelas 4 SD Beserta Pembahasannya Lengkap

Tips UAS: Pahami konteks penggunaan masing-masing tingkatan. Latihan mengubah kalimat dari satu tingkat ke tingkat lain. Hafalkan beberapa kosakata ngoko, krama, dan krama inggil yang sering digunakan (misalnya: makan, tidur, pergi, rumah, nama, dll).

3. Tembang Macapat

Tembang Macapat adalah puisi tradisional Jawa yang terikat oleh aturan-aturan tertentu (guru gatra, guru wilangan, guru lagu). Di kelas 7, pengenalan dasar tentang Tembang Macapat sangat penting.

  • Guru Gatra: Jumlah baris (larik) dalam satu bait (pada).
  • Guru Wilangan: Jumlah suku kata dalam setiap baris.
  • Guru Lagu: Huruf vokal terakhir pada setiap baris.

Meskipun ada banyak jenis Tembang Macapat (Pocung, Maskumambang, Mijil, Kinanthi, Sinom, Asmarandana, Gambuh, Dhandhanggula, Durma, Pangkur, Megatruh), di kelas 7 biasanya fokus pada pengenalan konsep dasar dan mungkin beberapa contoh sederhana seperti Pocung atau Kinanthi.

  • Contoh Tembang Pocung:
    • Ngèlmu iku kalakone kanthi laku (Guru Wilangan: 12, Guru Lagu: u)
    • Lekase lawan kas (Guru Wilangan: 8, Guru Lagu: a)
    • Tegese kas nyantosani (Guru Wilangan: 8, Guru Lagu: i)
    • Setya budya pangekese dur angkara (Guru Wilangan: 12, Guru Lagu: a)
    • (Guru Gatra: 4)

Tips UAS: Pahami definisi guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu. Mampu mengidentifikasi ketiga unsur tersebut dalam sebuah bait tembang yang diberikan. Pahami makna umum atau pitutur luhur yang terkandung dalam tembang.

4. Cerita Rakyat/Legenda (Dongeng)

Materi ini melibatkan pemahaman isi cerita, pesan moral (pitutur luhur), dan unsur-unsur intrinsik cerita.

  • Unsur Intrinsik:

    • Tema: Gagasan pokok cerita.
    • Tokoh/Paraga: Karakter dalam cerita.
    • Watak/Wewatekan: Sifat-sifat tokoh.
    • Latar/Setting: Waktu dan tempat kejadian cerita.
    • Alur/Plot: Rangkaian peristiwa (orientasi, komplikasi, resolusi).
    • Amanat/Pitutur Luhur: Pesan moral atau pelajaran yang dapat diambil dari cerita.
  • Contoh Cerita: Rawa Pening, Timun Mas, Jaka Tarub, Aji Saka, dll.

Tips UAS: Baca cerita dengan cermat. Identifikasi tokoh, watak, latar, dan alurnya. Yang terpenting, mampu menemukan dan menjelaskan pesan moral atau nasihat baik yang terkandung dalam cerita tersebut.

5. Paribasan, Bebasan, Saloka

Ketiganya adalah jenis peribahasa Jawa yang memiliki perbedaan halus dalam maknanya.

  • Paribasan: Ungkapan tetap yang memiliki makna kiasan, tidak mengiaskan orang atau subjek tertentu, melainkan situasi atau keadaan.

    • Contoh: Adigang adigung adiguna (Mengandalkan kekuatan, kekuasaan, dan kepandaian).
      • Becik ketitik ala ketara (Baik akan terlihat, buruk akan tampak).
  • Bebasan: Ungkapan kiasan yang mengiaskan sifat atau watak seseorang atau suatu keadaan, tetapi yang diibaratkan adalah perbuatan atau tingkah lakunya.

    • Contoh: Nguyahi segara (Menambah garam di laut) – melakukan perbuatan baik pada orang yang tidak membutuhkan, sehingga tidak ada artinya.
      • Nglungguhake wong tuwa (Mendudukkan orang tua) – sangat menghormati orang tua.
  • Saloka: Ungkapan kiasan yang mengiaskan seseorang atau subjek tertentu, di mana subjek tersebut digambarkan secara langsung dengan benda mati atau hewan.

    • Contoh: Kebo nusu gudel (Kerbau menyusu anak sapi) – orang tua meminta nasihat kepada orang yang lebih muda.
      • Gajah ngidak rapah (Gajah menginjak alasnya) – orang besar atau berkuasa yang melanggar aturannya sendiri.
READ  Optimalisasi Pembelajaran: Contoh Soal UAS Penjas Kelas 4 Semester 2 K13 Beserta Strategi Persiapan Komprehensif

Tips UAS: Pahami perbedaan mendasar antara ketiganya. Hafalkan beberapa contoh dan maknanya. UAS biasanya meminta siswa untuk menjelaskan makna dari paribasan/bebasan/saloka yang diberikan.

6. Geguritan (Puisi Jawa Modern)

Geguritan adalah bentuk puisi Jawa modern yang tidak terikat oleh aturan guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu seperti Tembang Macapat. Bentuknya lebih bebas (puisi bebas).

  • Ciri-ciri Geguritan:
    • Tidak terikat paugeran (aturan) guru gatra, guru wilangan, guru lagu.
    • Lebih mengutamakan keindahan bahasa dan makna.
    • Pilihan kata (diksi) yang indah.
    • Mengandung tema dan pesan moral.

Tips UAS: Mampu mengidentifikasi ciri-ciri geguritan. Mampu menentukan tema atau pesan yang terkandung dalam geguritan yang diberikan.

7. Pawarta (Berita)

Materi ini mengajarkan tentang bagaimana sebuah berita disajikan dalam Bahasa Jawa.

  • Ciri-ciri Pawarta:

    • Faktual dan objektif (tidak memihak).
    • Jelas dan mudah dipahami.
    • Mengandung unsur 5W+1H:
      • Apa (What): Peristiwa apa yang terjadi?
      • Sapa (Who): Siapa saja yang terlibat?
      • Kapan (When): Kapan peristiwa itu terjadi?
      • Ing Ngendi (Where): Di mana peristiwa itu terjadi?
      • Kenangapa (Why): Mengapa peristiwa itu terjadi?
      • Kepriye (How): Bagaimana peristiwa itu terjadi?
  • Struktur Pawarta:

    • Irah-irahan (Judul): Singkat, jelas, menarik.
    • Teras Pawarta (Lead/Kepala Berita): Paragraf awal yang merangkum 5W+1H.
    • Isi Pawarta (Body): Penjelasan lebih rinci dari peristiwa.
    • Panutup (Closing): Kesimpulan atau harapan.

Tips UAS: Mampu mengidentifikasi unsur 5W+1H dalam sebuah teks pawarta. Mampu menulis pawarta sederhana berdasarkan informasi yang diberikan.

Strategi Menghadapi UAS Basa Jawa

  1. Pahami Konsep, Jangan Hanya Menghafal: Terutama untuk unggah-ungguh basa dan peribahasa, pemahaman konteks penggunaan lebih penting daripada sekadar menghafal.
  2. Latihan Menulis Aksara Jawa: Ini adalah kunci utama. Latih menulis kata, kalimat, hingga paragraf pendek. Perhatikan penggunaan pasangan dan sandhangan.
  3. Banyak Membaca: Baca teks-teks Basa Jawa (cerita, pawarta, tembang) untuk memperkaya kosakata dan melatih pemahaman.
  4. Diskusi dengan Guru atau Teman: Jika ada materi yang belum jelas, jangan ragu bertanya. Diskusi kelompok juga bisa membantu memahami konsep yang sulit.
  5. Manfaatkan Sumber Belajar Lain: Buku paket, modul, video tutorial, atau aplikasi belajar Basa Jawa bisa sangat membantu.
  6. Latih Soal-soal Terdahulu: Kerjakan soal-soal UAS tahun sebelumnya atau soal latihan yang diberikan guru untuk membiasakan diri dengan format dan jenis pertanyaan.
  7. Perhatikan Detail: Dalam Aksara Jawa, satu titik atau garis bisa mengubah makna. Dalam unggah-ungguh, pilihan kata yang sedikit berbeda bisa mengubah tingkat kesopanan.

Penutup

Mempelajari Basa Jawa di kelas 7 semester 1 adalah perjalanan yang menarik untuk mengenal lebih dalam identitas budaya kita. Dengan menguasai materi Aksara Jawa, Unggah-Ungguh Basa, Tembang Macapat, Cerita Rakyat, Paribasan, Geguritan, dan Pawarta, siswa tidak hanya siap menghadapi UAS, tetapi juga telah menanamkan benih cinta terhadap warisan leluhur. Ingatlah, bahasa adalah jendela menuju peradaban. Semoga artikel ini menjadi panduan yang bermanfaat dan membawa kesuksesan dalam UAS Basa Jawa Anda! Sugeng sinau lan mugi-mugi sukses!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *